Churn Rate vs Customer Retention: Cari Tahu Bedanya di Sini!
Kalau kamu sedang membangun bisnis online, pasti sering mendengar perbedaan churn rate vs customer retention, tapi tidak tahu apa itu. Padahal, kedua metrik ini bisa membantu kamu memahami seberapa loyal pelangganmu. Di artikel ini, kita akan bahas tuntas perbedaan keduanya, cara menghitung, dan bagaimana strategi terbaiknya.
Sekilas Churn Rate vs Customer Retention
Sebagai pemilik bisnis, kamu wajib tahu perbedaan antara churn rate dan customer retention. Kenapa? Karena kedua metrik ini jadi indikator apakah produk atau layanan yang kamu tawarkan sudah tepat sasaran, sekaligus memberi gambaran soal perilaku pelanggan.
Secara sederhana, churn rate adalah persentase pelanggan yang berhenti menggunakan produk atau layanan dalam periode tertentu.
Sebaliknya, customer retention adalah angka yang menunjukkan berapa banyak pelanggan yang tetap setia menggunakan produkmu.
Contohnya begini, kalau kamu punya 2.500 pelanggan dan 250 di antaranya berhenti berlangganan bulan ini, maka:
- Churn Rate = (250 ÷ 2.500) × 100 = 10%
- customer retention = 100% – 10% = 90%
Semakin rendah churn rate, semakin bagus perkembangan bisnis online kamu. Di sisi lain, semakin tinggi customer retention, maka semakin hemat juga biaya pemasaran karena kamu tidak perlu terus-menerus mencari pelanggan baru. Win-win, kan?
Nah, di artikel ini, kamu bakal temukan penjelasan lebih mendalam soal:
- Kapan dan bagaimana pakai metrik churn rate dan customer retention
- Cara menghitungnya
- Standar benchmark churn dan retention di berbagai bisnis
- Tips praktis untuk meningkatkan retensi pelanggan tetapi juga menurunkan churn rate pelanggan
Dengan memahami perbedaan churn rate vs customer retention ini, kamu bisa membuat keputusan bisnis yang lebih tepat dan cerdas.
Baca Juga: Mengenal E-Commerce Dashboard & 4 Fitur KPI yang Dipantau
Cara Menghitung Churn Rate
Mengukur churn rate itu penting, bukan cuma untuk menjaga customer loyalty, tapi juga agar bisnis lebih stabil. Setidaknya ada tiga alasan kenapa kamu perlu serius memperhatikan angka ini:
- Churn yang tinggi biasanya pertanda kalau produkmu belum cocok dengan kebutuhan pasar (product-market fit belum maksimal).
- Semakin banyak pelanggan yang hilang, semakin besar anggaran marketing yang harus kamu keluarkan buat cari pelanggan baru.
- Semakin rendah churn, semakin besar dampaknya ke pertumbuhan pendapatan dalam jangka panjang.
Tapi, sebelum panik duluan, kamu perlu tahu apakah angka churn bisnismu sudah parah atau sebenarnya masih dalam batas wajar.
Cara Menghitung Churn Rate
Rumus menghitung churn rate cukup sederhana:
Customer churn rate = (Jumlah pelanggan yang keluar ÷ Total pelanggan awal) × 100
Contoh:
Awal bulan ada 200 pelanggan, lalu 30 di antaranya berhenti. Maka churn rate-nya:
(30 ÷ 200) × 100 = 15%
Indikator Churn Rate yang Baik
Berapa persen churn rate yang bisa dibilang sehat? Jawabannya tergantung dari jenis bisnis yang kamu jalankan. Tidak semua bisnis bisa disamakan, apalagi kalau bicara soal perilaku pelanggan.
Mengutip dari Adamfard, berikut ini indikator churn rate yang bagus untuk berbagai jenis bisnis:
- B2C SaaS (software untuk konsumen): Biasanya 3–5% per bulan masih tergolong wajar. Kalau bisa di bawah 3%, itu artinya layananmu benar-benar cocok di pasar.
- Mid-Market B2B SaaS (bisnis ke bisnis, skala menengah): Targetnya sama, sekitar 3–5%. Kalau sudah konsisten di angka <3%, berarti tim produk dan support kamu bekerja dengan baik.
- Early-stage B2B SaaS (startup): Umumnya lebih tinggi (>5%) karena produk masih dalam proses validasi. Fokusnya adalah menurunkannya seiring pertumbuhan.
- Enterprise B2B SaaS (korporasi besar): 2% sudah bagus, dan kalau bisa <1%, itu tanda produkmu jadi kebutuhan pokok pelanggan.
Ingat, churn 5% artinya customer retention-nya 95%. Jadi, semakin kecil angka churn, semakin besar loyalitas pelangganmu.
Cara Menghitung Customer Retention
Nah, bagaimana dengan customer retention?
Customer Retention = (Pelanggan akhir – Pelanggan baru) ÷ Pelanggan awal × 100
Contoh:
Awal bulan ada 120 pelanggan, akhir bulan tinggal 90, dan kamu dapat 15 pelanggan baru. Maka:
((90 – 15) ÷ 120) × 100 = 62,5%
Data retention ini membantu kamu menjawab banyak pertanyaan penting, misalnya:
- Fitur apa yang paling disukai pelanggan?
- Di titik mana pelanggan berhenti menggunakan produkmu?
- Apa perbedaan pelanggan loyal dan pelanggan yang pergi?
- Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini bisa jadi kunci buat menurunkan churn rate.
Indikator Customer Retention yang Baik
Berapa customer retention yang ideal? Tergantung industrinya, tapi berikut panduannya:
- Startup SaaS baru biasanya punya retention lebih rendah.
- Perusahaan yang sudah mapan bisa punya customer retention hingga 90% ke atas.
- Riset menyebutkan rata-rata net retention di SaaS bisa mencapai 102%.
Semakin besar customer retention, semakin sehat bisnismu secara finansial.
Mana yang Harus Di-Tracking?
Kalau ditanya lebih penting mana, jawabannya: dua-duanya! Churn rate dan customer retention saling melengkapi. Churn menunjukkan pelanggan yang hilang, sedangkan retention menunjukkan pelanggan yang bertahan.
Dengan melacak keduanya, kamu bisa:
- Melihat tren loyalitas pelanggan
- Menemukan titik lemah dalam produk atau layanan
- Merancang strategi customer retention yang lebih efektif
Idealnya, churn rate mendekati 0% dan customer retention mendekati 100%.
Strategi Menurunkan Churn Rate dan Meningkatkan Retention
Nah, setelah kamu memahami perbedaan churn rate dan customer retention, saatnya kamu menerapkan strategi: bagaimana caranya menekan angka churn sambil meningkatkan retention? Ini beberapa langkah efektif:
- Periksa Churn yang Tidak Sengaja
Banyak pelanggan yang keluar bukan karena tidak menyukai produkmu, tapi karena masalah teknis: kartu kredit kadaluarsa, pembayaran gagal, atau proses checkout yang bikin frustasi. Cek hal ini dulu. - Pastikan Target Pelanggan Tepat
Kalau pelanggan churn karena merasa tidak cocok, mungkin strategi customer acquisition kamu kurang tepat. Evaluasi ulang siapa target ideal produkmu. - Kenali Pelanggan Setiamu
Pelanggan aktif biasanya punya alasan kuat kenapa mereka terus pakai layananmu. Pahami kebutuhan mereka dan berikan layanan yang relevan agar mereka makin loyal. - Kembangkan Fitur Baru
Jangan berhenti inovasi. Dengarkan kebutuhan pelanggan, lalu buat fitur yang benar-benar membantu mereka menyelesaikan masalah. - Tingkatkan Performa Produk
Produk yang lambat, error, atau membingungkan bisa bikin frustrasi. Semakin cepat, stabil, dan mudah dipakai, semakin besar peluang pelanggan bertahan. - Tawarkan Paket Tahunan
Berikan insentif khusus untuk pelanggan yang mau berlangganan tahunan. Cara ini efektif membuat mereka lebih “betah”. - Perbaiki Onboarding
Pengalaman pertama itu penting. Pastikan pelanggan baru cepat memahami manfaat layananmu agar tidak bingung di awal. - Fokus ke Customer Success
Jangan biarkan pelanggan berjuang sendiri. Bantu mereka sukses dengan produkmu. Kalau perlu, sediakan tim khusus untuk urusan ini. - Lakukan Re-engagement
Kalau ada pelanggan mulai pasif, jangan diam saja. Kirim email, beri penawaran khusus, atau perkenalkan fitur yang mungkin belum mereka coba.
Baca Juga: E-commerce Web Hosting dan Pentingnya Bagi Sebuah Bisnis Online
Kesimpulan
Mengelola churn rate vs customer retention bukan hanya soal angka. Ini soal bagaimana kamu membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggan. Dengan strategi yang tepat, kamu bisa menjaga customer loyalty dan membuat bisnismu tumbuh lebih sehat.
Dan kalau kamu lagi cari Hosting Murah buat menunjang bisnis online kamu, IDwebhost siap jadi partner terbaikmu. Mulai dari Rp19 ribuan per bulan, websitemu bisa jalan stabil tanpa khawatir soal performa. Yuk, mulai sekarang!