Butuh Alternatif Docker? Ini Solusi yang Wajib Dicoba 2025!
Evolusi containerization telah membawa dunia DevOps ke tahap baru. Kini, banyak tim mencari alternatif Docker yang lebih ringan, aman, dan efisien. Artikel ini akan membahas berbagai opsi modern yang bisa jadi solusi terbaik untuk kebutuhanmu di tahun 2025.

Era Baru Containerization Pasca-Docker
Docker memang menjadi pelopor besar yang mengubah cara kita membangun dan menjalankan aplikasi modern. Ia menjadikan containerization sebagai standar baru dalam dunia DevOPs.
Namun, seiring teknologi berkembang, ekosistem ini berkembang pesat. Banyak tim mulai mencari pendekatan yang lebih fleksibel, ringan, dan aman dibanding model lama Docker.
Baca Juga: Top 7 Alat Docker Container untuk Produktivitas di 2025
Ketika pertama kali muncul pada 2013, Docker sukses menyederhanakan teknologi Linux Container yang dulunya kompleks. Docker berhasil mengubahnya lewat API sederhana, format image portable, dan workflow yang ramah untuk developer.
Inilah yang mendorong lahirnya Open Container Initiative (OCI) pada 2015, yang kemudian menstandarkan format container agar bisa berjalan lintas platform.
Namun, seiring container ecosystem makin matang, kekurangan Docker mulai terlihat. Arsitektur monolitik dan Docker engine yang berjalan sebagai root sering menimbulkan kekhawatiran soal keamanan.
Baca Juga: Perbedaan Docker vs Kubernetes, Bisakah Digunakan Bersama?
Di saat yang sama, workflow modern menuntut integrasi yang lebih baik dengan Kubernetes dan CI/CD pipeline otomatis.
Perubahan inilah yang membuka jalan bagi munculnya alternatif Docker baru, bukan hanya menawarkan fitur tambahan, tapi juga membawa paradigma segar tentang cara container seharusnya bekerja di era cloud-native.
5 Alternatif Docker yang Bisa Kamu Coba

Jujur saja, meski Docker masih populer, tidak semua kebutuhan bisa terpenuhi dengan satu alat. Tahun 2025 menjadi waktu yang tepat untuk melihat apa saja alternatif Docker yang bisa jadi pilihan tepat untuk workflow-mu.
#1. Podman
Kalau kamu mencari pengalaman mirip Docker tapi lebih aman, Podman bisa jadi kandidat terbaik. Podman tidak menggunakan daemon seperti dockerd, sehingga lebih ringan dan aman. Container di Podman berjalan dalam mode rootless, membuat setiap container punya hak akses terisolasi.
Podman juga OCI-compliant, artinya kompatibel dengan image Docker. Bahkan, kamu masih bisa menjalankan skrip Docker Compose dan mengintegrasikannya dengan Kubernetes.
Dukungan resminya di Visual Studio Code dan GitHub Actions membuat Podman semakin menarik bagi developer modern. Gratis, open source, dan efisien, kombinasi yang sulit ditolak.
#2. Containerd + Nerdctl
Buat kamu yang lebih suka bekerja lewat terminal, Containerd dan Nerdctl adalah duo yang tangguh. Containerd adalah komponen inti dari Docker engine itu sendiri, sedangkan Nerdctl berperan sebagai CLI pengganti docker.
Keduanya menawarkan pengalaman mirip Docker, tapi tanpa bloat tambahan. Kamu bisa membangun, menjalankan, dan mengelola container sepenuhnya lewat command line. Selain itu, keduanya juga mendukung mode rootless serta kompatibel dengan standar OCI.
Kalau kamu nyaman di dunia CLI dan ingin kinerja maksimal tanpa GUI, setup ini patut dicoba.
#3. Rancher Desktop
Kalau kamu butuh antarmuka grafis tapi ingin bebas dari Docker engine, Rancher Desktop adalah solusi yang pas.
Dikembangkan oleh SUSE, Rancher Desktop menggunakan Containerd dan Nerdctl di balik layar, tapi dikemas dalam tampilan yang ramah pengguna.
Kamu bisa membangun, menarik, dan mendorong image dengan mudah di Windows, macOS, maupun Linux.
Rancher Desktop memberikan pengalaman seperti Docker Desktop, tapi open source dan tanpa lisensi komersial. Cocok untuk kamu yang ingin beralih dari Docker tanpa kehilangan kenyamanan GUI.
#4. LXC (Linux Containers)
Jika kamu butuh kontrol tingkat lanjut, LXC menawarkan pendekatan yang lebih dekat dengan virtual machine. Container di LXC berinteraksi langsung dengan kernel Linux, memberi fleksibilitas tinggi untuk lingkungan pengembangan yang kompleks.
Meskipun setup-nya sedikit lebih rumit dibanding Docker, LXC unggul dalam stabilitas dan isolasi sistem. Ia ideal untuk workload seperti server media, lingkungan pengujian Linux, atau proyek yang butuh akses sistem lebih dalam.
Bisa dibilang, LXC cocok bagi kamu yang ingin sesuatu di antara container dan VM.
#5. Kubernetes + CRI-O
Kombinasi Kubernetes dan CRI-O menjadi solusi kelas enterprise untuk orkestrasi container. Kubernetes sudah lama dikenal sebagai alat manajemen container paling kuat, sementara CRI-O menyediakan runtime ringan yang sepenuhnya kompatibel dengan Container Runtime Interface (CRI).
Kelebihan utama pasangan ini adalah skalabilitas dan integrasi mendalam dengan ekosistem cloud-native. Kamu bisa membangun pipeline deployment modern dengan efisiensi tinggi tanpa bergantung pada Docker Swarm.
Meski konfigurasi awalnya tidak sesederhana Docker, hasil akhirnya sangat sepadan — terutama untuk tim DevOps besar yang mengutamakan skalabilitas dan otomatisasi.
Fitur yang Dicari pada Alternatif Docker
Dengan begitu banyak pilihan di luar sana, wajar kalau kamu bertanya: “Apa sih yang benar-benar penting saat memilih alternatif Docker?” jawabannya tergantung pada kebutuhan tim dan workflow-mu, tapi beberapa fitur berikut layak jadi pertimbangan utama:
- Antarmuka dan Pengalaman Pengguna
Pilih alat yang sesuai dengan gaya kerjamu. Kalau kamu nyaman di terminal, CLI akan terasa cepat dan efisien. Namun, untuk tim kolaboratif, GUI bisa membantu mempercepat pemahaman dan mengurangi risiko kesalahan konfigurasi. - Integrasi dengan CI/CD Pipeline
Pastikan tool tersebut bisa terhubung mudah dengan sistem otomasi yang kamu pakai. Semakin lancar integrasinya, semakin cepat proses build dan deployment berlangsung. - Kesesuaian dengan Standar OCI
Ini bukan sekadar formalitas. Standar OCI memastikan image-mu bisa dijalankan lintas platform tanpa harus dikonversi ulang. - Performa dan Efisiensi Sumber Daya
Pilih runtime yang ringan dan stabil. Semakin efisien, semakin banyak sumber daya server yang bisa dialokasikan untuk aplikasi utamamu. - Dukungan Platform
Cek kompatibilitas dengan sistem operasi timmu, baik Linux, macOS, maupun Windows. Dukungan yang luas akan memudahkan kolaborasi lintas lingkungan pengembangan.
Pro dan Kontra Jika Kamu Beralih dari Docker

Sekarang kamu mungkin sudah punya gambaran tentang apa saja alternatif Docker dan fitur apa yang harus dipertimbangkan dari alat pengganti tool containerization ini.
Tapi sebelum memutuskan, ada baiknya kita bahas dulu kelebihan dan tantangan yang bisa kamu temui saat beralih.
Kelebihan:
- Lebih hemat sumber daya: Beberapa alternatif Docker bekerja lebih efisien tanpa daemon berat.
- Keamanan lebih baik: Banyak opsi menawarkan mode rootless untuk isolasi yang lebih kuat.
- Integrasi lebih luas: Beberapa alat terhubung lebih baik dengan DevOps tools dan cloud-native stack modern.
Kekurangan:
- Butuh adaptasi: Kamu perlu waktu untuk mempelajari tool baru, terutama jika sintaksnya berbeda dari Docker.
- Kompatibilitas terbatas: Tidak semua platform mendukung semua runtime.
- Dukungan komunitas bervariasi: Tool yang lebih baru mungkin belum punya komunitas sebesar Docker.
Kesimpulan
Dunia containerization terus berevolusi. Docker mungkin masih jadi pilihan utama banyak developer, tapi tidak selalu jadi satu-satunya solusi.
Di tahun 2025, pilihan alternatif Docker seperti Podman, Containerd, atau Kubernetes + CRI-O bisa menawarkan kinerja, keamanan, dan fleksibilitas yang lebih sesuai dengan kebutuhan tim modern.
Kalau kamu sedang membangun atau menjalankan aplikasi di lingkungan container, pastikan juga infrastrukturnya tangguh.
Gunakan VPS Murah dari IDwebhost untuk performa optimal, uptime stabil, dan dukungan server yang siap menghadapi beban kerja modern, solusi ideal bagi pengembang dan bisnis digital masa kini.